Berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia atau APJII, 53.3% atau sekitar 77.7 juta pengguna internet di Indonesia senang menonton secara online. Menonton secara online ini dibagi ke dalam beberapa kategori seperti film, olahraga dan lainnya. Di kasus yang sama, orang-orang ini juga senang menggunakan media sosial untuk mengisi waktu luang, bersosialisasi dan tentu saja untuk mencari hiburan.
Data lain menyebutkan, media sosial seperti Facebook, Instagram dan YouTube diakses oleh 80% pengguna internet di Indonesia dan video merupakan konten yang lebih banyak diminati. Orang-orang datang ke Facebook, Instagram dan juga YouTube untuk mencari hiburan ketika mereka memiliki waktu luang. Hal ini membuat banyak pembuat konten berlomba-lomba membuat video yang kelak akan ditonton lebih dari 100 juta pengguna aktif tersebut, tidak terkecuali brand atau perusahaan besar.
Kemudian muncul pertanyaan apakah setiap video yang dibuat akan benar-benar ditonton oleh 100 juta pengguna aktif tersebut? Tidak semua video yang disebarkan ke platform tersebut akan ditonton oleh banyak orang. Hanya video yang unik, berbeda dari yang lain serta memiliki konsep yang fresh yang mampu menghasilkan jutaan pengunjung dalam waktu singkat. Dengan kata lain, Anda harus membuat video tersebut viral agar bisa ditonton dan dibicarakan puluhan juta pasang mata pengguna internet di Indonesia.
Tentu saja ini menjadi tantangan tersendiri bagi sebuah brand atau perusahaan dalam memaksimalkan setiap konten video yang mereka buat agar selalu berpotensi menjadi konten viral. Jelas, brand besar tidak akan mau membuang-buang waktu dan uang untuk mencoba-coba. Pendiri Theorist Media, Matthew Patrick mengatakan, setidaknya ada 4 hal yang harus dipertimbangkan (atau mungkin ditanyakan) ketika hendak membuat konten video yang akan menjadi viral.
- Apa arti sukses dalam sebuah platform video?
Hal pertama yang harus ditanyakan kepada brand ketika ingin membuat sebuah video menjadi viral adalah “kenapa?”. Harus ada tujuan yang ingin dicapai alih-alih hanya membuat video tersebut viral begitu saja. Sebab sejatinya, membuat video menjadi viral di era digital seperti saat ini sangatlah mudah, tetapi mendapatkan atau mengambil nilai dari viralnya video tersebut mungkin tidak semua orang bisa melakukannya.
Tim Theorist Media menyarankan agar klien mereka memutuskan apakah akan membangun fandom, memasarkan produk atau lebih baik merilis sebuah film pendek untuk menarik perhatian ke arah yang lebih spesifik. Dari situlah nantinya brand akan memahami dengan lebih baik cara meraih atau menentukan tingkat keberhasilan mereka.
“Banyak sekali perusahaan yang beranggapan hanya dengan satu sentuhan kecil akan memeriksa setiap kotak yang berarti video akan menjadi viral,” kata Matthew. “Tapi itu tidak bekerja seperti itu. Beberapa video lebih cocok untuk mengundang pelanggan ke saluran Anda dan beberapa sisanya lebih cocok untuk sekadar dibagikan saja.”
Hal itulah yang dilakukan Matthew guna membantu brand dalam mencapai tujuannya setelah brand tersebut benar-benar mengetahui tujuan dan apa yang sebaiknya mereka lakukan dengan video tersebut.
- Berapa durasi ideal untuk sebuah video digital?
Banyak klien yang terlihat frustasi karena mereka membuat konten mereka ke dalam formula yang dapat membuat video mereka populer secara instan. Anda tidak bisa mendapatkan ikan hanya dengan melemparkan kail Anda ke laut begitu saja tanpa umpan. Seperti pertanyaan di atas, durasi video yang tepat bergantung pada tujuan apa yang ingin Anda capai melalui video tersebut.
Kebanyakan orang mengira bahwa konten pendek selalu dimaksudkan untuk menjadi viral, namun konten yang lebih panjang akan membuat orang menghabiskan lebih banyak waktu. Durasi video yang Anda buat juga tergantung di platform mana Anda ingin mem-viralkan konten tersebut. Tentu saja ini setelah Anda menentukan tujuan dari video yang akan Anda unggah tersebut.
Saat ini, YouTube adalah platform terbaik untuk audiens yang ingin menonton video yang berdurasi lebih panjang.
“Jika Anda bisa mendapatkan orang yang cukup tertarik untuk menonton video berdurasi 10 menit, berarti video tersebut akan berpotensi viral dan mengalahkan video lain dengan durasi lebih pendek antara 2 hingga 5 menit saja,” tutur Matthew.
Beda cerita jika Anda ingin mencoba mem-viralkan video tersebut di Facebook atau Instagram.
Di Facebook, video pendek masih banyak dicari dan cenderung membuat orang bertahan lebih lama. Di Instagram, dengan tampilan lebih menarik karena memang difokuskan untuk konten foto dan video saja. Membuat lebih dari satu video serupa atau serial akan lebih menguntungkan karena orang-orang yang penasaran dengan akhir video yang menggantung akan cenderung mencari kelanjutannya. Dan Instagram bekerja dengan cara seperti itu; membuat orang ingin menonton lebih banyak.
- Bagaimana membangun kehadiran media sosial jika mempromosikan acara TV atau film?
Studio, perusahaan produksi dan sejaringannya mengalami masalah yang sama saat akan membangun brand secara online. Fungsi utama dari platform Anda hanyalah untuk mempromosikan sebuah film, misalnya, lalu bagaimana kemudian membuat mereka tertarik dengan konten lainnya, dalam hal ini, semua konten Anda?
Sulit sekali membangun koneksi yang benar-benar nyata kepada para penggemar jika semua postingan Anda adalah murni sebuah iklan. Untuk menghindari masalah tersebut, lebih baik mempelajari bagaimana cara mengoptimalkan materi promosi untuk media sosial. Pada tingkat lebih rinci, Anda harus merestrukturisasi setiap promosi agar sesuai dengan algortime platform mana pun tempat Anda melakukan promosi nantinya.
Dengan memikirkan audiens dan perilaku konsumen yang sesungguhnya, sebuah promosi untuk sukses cenderung akan lebih terbuka lebar.
- Apa bagian terpenting dari video?
Sekalipun sebuah konten video sudah sangat bagus, jangan lupakan satu hal penting lainnya yang kenyataannya sering sekali terabaikan: thumbnail. Anda bisa membuat video berkualitas sangat tajam dan memanjakan mata, tetapi jika thumbnail tidak dioptimalkan, sulit untuk mencapai jumlah penonton yang Anda targetkan. Prinsipnya sama dengan menawarkan buku bagus dengan sampul kurang menarik kepada orang yang tidak terlalu senang membaca. Tidak ada yang akan meng-klik sebuah thumbnail yang tidak menarik untuk ditonton dan hal ini menghantarkan sinyal kepada algoritme platform bahwa tidak ada atau sedikit yang mau menonton video tersebut sehingga platorm itu sendiri tidak akan menyarankan video Anda kepada pengunjung lainnya.
“Banyak desainer dari perusahaan besar yang telah lama berada di sana, puluhan tahun dan telah terbiasa mengerjakan konten berskala besar seperti billboard atau layar TV,” kata Matthew. “Tapi ingat, sebagian besar konten ini akan ditonton di perangkat yang muat di saku. Dengan kata lain, harus disesuaikan dengan serius.”
Matthew merekomendasikan untuk menemukan hal-hal besar, umum dan sederhana yang diharapkan bisa menceritakan keseluruhan isi cerita video dalam sekali tonton saja.
Frustasi yang dirasakan brand ketika video mereka tidak kunjung menjadi viral dapat dihindari jika mereka “menyusun strategi sebelum berinvestasi”. Audiens telah mendikte jenis konten apa yang ingin mereka tonton, jadi jika Anda tidak memiliki perencanaan yang akurat sebelum memulai, bisa jadi Anda akan terjebak dalam konten yang mati sebelum sempat diunggah